BADAN Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia berencana memasuki pasar modal Indonesia. Sebagian besar dari dana itu Danantara dapatkan dari hasil pengelolaan dividen sejumlah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Danantara yakin hal itu dapat memperkuat fundamental likuiditas pasar saham Tanah Air.
Keinginan Danantara memasuki pasar modal, salah satunya terungkap dalam paparan Chief Investment Officer Danantara Indonesia Pandu Patria Sjahrir dalam perhelatan Capital Market Summit & Expo 2025 di Jakarta pada Jumat, 17 Oktober 2025. “Kita akan berinvestasi tahun ini 80 persen di dalam negeri. Sebagian akan berinvestasi di pasar publik, obligasi, juga di pasar modal,” kata Pandu dikutip Tempo dari tayangan ulang di akun YouTube IDXPandu menyebut Danantara optimistis bisa mengejar target dan proyeksinya untuk memasuki pasar modal. Meskipun pergantian tahun hanya kurang dari 10 minggu lagi. “Kita akan mulai beraktivitas, akan aktif,” kata bekas Komisaris di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu.
Meski begitu, keputusan Danantara memasuki pasar modal mendapat sejumlah catatan dari ekonom serta pegiat pasar modal. Saat ini, Danantara diminta untuk fokus pada proses restrukturisasi keuangan emiten-emiten BUMN dengan memperkuat struktur dan tata kelolanya, untuk tumbuh secara sehat.
“Dari situ Danantara akan memperoleh dividen yang optimal tanpa perlu membeli saham secara langsung,” kata Lucky Bayu Purnomo, pendiri perusahaan investasi LBP Enterprises, saat dihubungi pada Rabu, 23 Oktober 2025.
Lucky menyebut pasar modal Indonesia akan menjadi pasar yang efisien, apabila proses dan budaya transaksinya didominasi oleh investor murni nan berorientasi pada optimalisasi modal secara proporsional. Sedangkan kalau Danantara menggelontorkan begitu banyak modal untuk memasuki pasar ini, hal itu ditakutkan hanya akan menjadi bumerang untuk badan investasi tersebut.
Dalam pandangan Lucky, keputusan Danantara memasuki pasar modal itu harus dibarengi dengan strategi dan pertimbangan nan matang. Ia menilai, kondisi pasar yang sedang mengalami penurunan dapat membuat citra Danantara ikut tertekan, sebab nilai investasinya akan ikut terkoreksi, sama seperti investor institusional lainnya. “Namun jika pasar sedang dalam fase pertumbuhan, strategi Danantara untuk berinvestasi di saham atau obligasi BUMN akan disambut positif oleh pasar.”
Lucky menjelaskan dalam pendekatan ilmiah pasar atau scientific market approach, para investor mengenal istilah Capital Asset Pricing Model (CAPM). Ini sejenis acuan untuk mengukur hubungan antara return dan risk, supaya para investor tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek. Namun, kata dia, perlu memahami risiko sistemik dan volatilitas pasar yang menyertainya.Ia mewanti-wanti kehadiran Danantara di pasar modal dapat menimbulkan dinamika tidak normal pada pergerakan harga saham. Padahal dalam pendekatan Efficient Market Hypothesis, pasar yang efisien adalah pasar dengan harga saham sepenuhnya mencerminkan seluruh informasi yang tersedia. “Artinya tidak ada pihak, baik individu maupun institusi yang secara konsisten mengalahkan pasar. Danantara sebaiknya tidak berperan sebagai penggerak harga jangka pendek, tetapi sebagai penjaga tata kelola dan stabilitas investasi,” kata Lucky.